Jumat, 06 Desember 2013

aneka permainan anak nagari di minangkabau



I . PEMBUKAAN
     Permainan Rakyat Minangkabau sebagai kesenian tradisional yang bersifat terbuka oleh rakyat dan untuk rakyat . sesuai dengan sistem masyarakatnya yang demokratis , yang mendukung falsafah persamaan dan kebersamaan antara manusia , karena sifat manusia yang terbuka dia mudah untuk menerima pengaruh dari budaya luar . hal ini juga disebabkan oleh suku bangsa minangkabau yang menerima dari pihak luar maupun kebiasaan marantau . Permainan anak nagari di pegang oleh perbedaan geografi darek dan pesisir . Permainan daerah seperti musik , tariannya dan seni bela dirinya . Sedangkan untuk wilayah pesisir seperti , gambus , kasidah ,gamat . Secara umum permainan anak nagari di Minangkabau terdiri dari , Pencak silat , randai , dan sepak rago .
Pencak silat minangkabau adalah seni beladiri yang dimiliki oleh masyarakat Minangkabau , Sumatra Barat , Indonesia yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Masyarakat Minangkabau memiliki tabiat suka merantau semenjak beratus-ratus tahun yang lampau. Untuk merantau tentu saja mereka harus memiliki bekal yang cukup dalam menjaga diri dari hal-hal terburuk selama di perjalanan atau di rantau, misalnya diserang atau dirampok orang.
Randai adalah salah satu permainan tradisional di Minangkabau yang dimainkan secara berkelompok dengan membentuk lingkaran, kemudian melangkahkan kaki secara perlahan, sambil menyampaikan cerita dalam bentuk nyanyian secara berganti-gantian. Randai menggabungkan seni lagu, musik, tari, drama dan silat menjadi satu.Cerita randai biasanya diambil dari kenyataan hidup yang ada di tengah masyarakat. Fungsi Randai sendiri adalah sebagai seni pertunjukan hiburan yang didalamnya juga disampaikan pesan dan nasihat. Semua gerakan randai dituntun oleh aba-aba salah seorang di antaranya, yang disebut dengan janang.
Sepak rago merupakan sebuah olahraga tradisional. Permainannya mirip sepak takraw. Bedanya, bola sepak rago terbuat dari daun kelapa muda yang dianyam dan berbentuk kubus. Jumlah pemain antara 5 – 10 orang. Dalam permainan sepak rago terdapat ajaran budi yang sangat tinggi, yakni seseorang dalam kehidupan memang harus lebih banyak berdialog dengan dirinya sendiri, berdiskusi, berbuat sesuatu untuk kesejahteraan hidupnya, dan tidak lupa bahwa ia berada di tengah masyarakat.


II . ISI
A . PENCAK SILAT
               Pencak silat adalah usaha yang dilakukan manusia baik jasmani maupun rohani untuk membela diri dari malapetaka . Pencak artinya permainan & silat artinya seni beladiri . Fungsi penak adalah untuk hiburan atau untuk pertunjukan . Pemain pencak silat di sebut anak silat ( anak silek ) .
               Sebagai seni beladiri , silat mempunyai 4 gerak dasar , gerak dasar itu adalah :
ü  Langkah
ü  Elak
ü  Tangkap
ü  Serang
Di Minangkabau silat mempunyai beberapa aliran yaitu :
*      Silek kumanggo dari Kabupaten Tanah Datar
*      Silek Lintau dari Tanah Datar
*      Silek Balubuih dari 50 kota
*      Silek Pauh dari Kota Padang
Fungsi silat diantaranya adalah :
Ø  Sebagai Bela Diri atau pertahanan
Ø  Membela kebenaran dan melawan kebathilan
Ø  Untuk kesehatan , karena silat juga bagian dari olah raga gerak badan
Ø  Hiburan ( pertunjukan ) lebih banyak dari Beladiri
B . RANDAI
               Randai adalah teater rakyat di Minangkabau , randai merupakan permainan yang dimainkan pada malam hari di lapangan terbuka . Randai adalah gabungan dari bermacam – macam pertunjukan seperti :
§  Dendang
§  Saluang
§  Rabab
§  Kaba dan Teater
Bentuk permainan randai adalah , sebagai berikut :
v  Berbentuk lingkaran
v  Melangkah kecil – kecil dengan gaya tarian , dan bernyanyi secara bergantian
v  Kadang – kadang mereka membuat langkah maju mundur , untuk memperkecil dan memperbesar lingkaran
v  Kemudian mereka berjalan sambil
     
               Semua gerakan randai dituntun oleh janang , randai biasanya diambil dari cerita lama yang telah diperturunkan dari generasi ke generasi . Ada cerita baru ( modern ) yang diangkat dari peristiwa yang terjadi pada saat itu . Cerita randai ini disebut “Kaba“ . Orang yang menyampaikan cerita itu disebut “ Tukang Kaba
Di daerah pariaman terkenal dengan cerita randai “Simarantang” karena pemain dalam membahas adegan merentang – merentang tangannya sesama pemain .
Fungsi dari randai adalah :
*      Untuk hiburan
*      Untuk penyampai
*      Pesan / nasehat 
*      Untuk pendidikan
Kaba yang dipentaskan adalah :
ü  Sabai nan aluih
ü  Gadih basanai
ü  Cindua mato
ü  Puti galang banyak
ü  Mayang taurai
ü  Rambun pamenan
ü  Rancak di labuah
ü  Anggun nan tongga
ü  Malin kundang
ü  Magek manandih
C . SEPAK RAGO
               Sepak rago adalah permainan yang berbentuk lingkaran , jumlah pemain berkisar antara 5 sampai 15 orang , dan bolanya terbuat dari daun kelapa yang dibuang lidihnya , kemudian berubah menjadi bola yang terbuat dari rotan permainan ini dilakukan pada sore hari . Permainan ini hampir sama dengan permainan sepak takraw , kalau takraw menggunakan lapangan bergaris – garis
Fungsi dari permainan :
Ø  Untuk berolah raga
Ø  Untuk gerak badan

III . PENUTUP
             
               Permainan yang berasal dari MinangKabau patut di lestarikan , beberapa permainan yang berasal dari MinangKabau yang harus dilestarikan adalah PENCAK SILAT , RANDAI , dan SEPAK RAGO ,
KESIMPULAN :
§      Jenis permainan anak nagari di Minangkabau adalah :
ü  Pencak Silat
ü  Randai
ü  Sepak Rago
§      Pencak silat adalah permainan dalam bentuk perkelahian pura – pura
§      Randai yaitu gabungan dari bermacam – macam pertunjukan seperti : dendang , rabab , saluang , tari , nyanyi , kaba , dan teater
§      Sepak rago yaitu permainan yang dilakukan pada sore hari di lapangan terbuka , dan jumlah pemainnnya antara 5 sampai 15 orang .

Sudut Pandang Orang Ketiga Sebagai Pengamat



Dalam sudut pandang ”dia” terbatas, seperti halnya dalam”dia”mahatahu, pengarang melukiskan apa yang dilihat, didengar, dialami, dipikir, dan dirasakan oleh tokoh cerita, namun terbatas hanya pada seorang tokoh saja atau terbatas dalam jumlah yang sangat terbatas. Tokoh cerita mungkin saja cukup banyak, yang juga berupa tokoh ”dia”, namun mereka tidak diberi kesempatan untuk menunjukkan sosok dirinya seperti halnya tokoh pertama.

Contoh:
Entah apa yang terjadi dengannya. Datang-datang ia langsung marah. Memang kelihatannya ia punya banyak masalah. Tapi kalau dilihat dari raut mukanya, tak hanya itu yang ia rasakan. Tapi sepertinya ia juga sakit. Bibirnya tampak kering, wajahnya pucat,dan rambutnya kusut berminyak seperti satu minggu tidak terbasuh air. Tak satu pun dari mereka berani untuk menegurnya, takut menambah amarahnya.

Contoh :

Si Dali bukan orang biasa. Sudah jadi tokoh. Bahkan tokoh luar biasa. Hidupnya selalu dalam cahaya yang bersinar terang.  Gemerlap dengan warna-warni yang aduhai indahnya. Lebih dari pelakon utama di atas panggung sandiwara.  Karena pelakon Julius Casar, atau King Lear, atau Macbeth hanya gemerlap pada sebatas bidang panggung. Apalagi bila layar panggung telah turun atau di luar gedung sandiwara para pelakon kembali jadi manusia biasa. Adakalanya mereka menjadi seperti orang kere yang selesai melakonkan Gatotkaca pada wayang wong masa lalu. Sedangkan Si Dali berada seperti pada panggung dunia yang tak lagi dibatasi oleh sepadan negara. Kata orang, Si Dali jadi begitu karena dia tidak pernah hidup dalam kegelapan. Kegelapan malam maupun kegelapan siang. Artinya dia hidup selalu dalam terang benderang, penuh cahaya.
       Makanya Si Dali terus diiringi bayang-bayang. Bayang- bayang yang banyak. Ada yang pendek ada yang panjang, ada yang gemuk ada yang kurus. Tentu saja ke mana pun dia pergi selalu diiringi bayang-bayang. Karena memang bayang-bayang itu bayang-bayangnya sendiri. Sebagai bayang-bayang, bayang-bayang itu senantiasa meniru apa saja yang dilakukan Si Dali. Baik Si Dali makan, tidur, atau jalan-jalan. Tak sekalipun bayang-bayang itu terpisah dari dia. Dan Si Dali yakin benar, bayang-bayang itu ada karena dia.
       Tanpa dia, bayang-bayang itu semua sirna. Karena itu semua bayang-bayang memerlukannya. Sangat memerlukannya.Berbeda dengan orang lain, yang tidak pernah peduli dengan bayang- bayangnya sendiri. Karena mereka suka hidup bergelap-gelap di tempat gelap. Seolah-olah bayang-bayang tidak menjadi makhluk penting.
       "Bayangkan", kata Si Dali pada bayang- bayangnya sendiri ketika dia lagi nongkrong di closet. "Jenis manusia apa yang hidup tanpa bayang-bayang, selain manusia gelap yang suka bergelap-gelap?"
         Si Dali juga membiarkan bayang-bayang menirukan dengan amat persis apa saja yang dilakukan Si Dali. Apa salahnya bilamana semua bayang-bayang itu meniru apa yang dilakukannya. Karena peniruan tidak merugikannya.  Bagaimana pun persisnya peniruan itu, satu hal yang tidak akan diperoleh bayang-bayang, yaitu serba kenikmatan yang diregup Si Dali. "Tirulah oleh kalian serba apa yang aku lakukan, tapi jangan coba-coba berkhayal akan ikut menikmati apa yang aku regup. Karena serba kenikmatan bukan hak kalian. Itulah adalah aksioma."


Sudut Pandang Orang Ketiga Serbatahu


 
Dalam sudut pandang ini, cerita dikisahkan dari sudut ”dia”, namun pengarang, narator dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh ”dia” tersebut. Narator mengetahui segalanya, ia bersifat mahatahu (omniscient). Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-pindah dari tokoh ”dia”yang satu ke ”dia” yang lain, menceritakan atau sebaliknya ”menyembunyikan” ucapan dan tindakan tokoh, bahkan juga yang hanya berupa pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas, seperti halnya ucapan dan tindakan nyata.

Contoh:
Sudah genap satu bulan dia menjadi pendatang baru di komplek perumahan ini. Tapi, belum satu kali pun dia terlihat keluar rumah untuk sekedar beramah-tamah dengan tetangga yang lain, berbelanja, atau apalah yang penting dia keluar rumah.
“Apa mungkin dia terlalu sibuk, ya?” celetuk salah seorang tetangganya. “Tapi, masa bodoh! Aku tak rugi karenanya dan dia juga tak akan rugi karenaku.”
Pernah satu kali dia kedatangan tamu yang kata tetangga sebelah adalah saudaranya. Memang dia sosok introvert, jadi walaupun saudaranya yang datang berkunjung
Contoh :
Gerimis tak berhenti juga, ditambah dengan Tari yang sejak pulang dari sekolah tadi tak keluar-keluar dari kamarnya. Padahal jam dinding hadiah dari temannya sudah menunjukkan pukul 17.15. Itu berarti adzan magrib semakin dekat.
Tari kembali melirik buku bututnya. Aduh! Susahnya, ia membanting napas kesal isi buku yang dibacanya dari tadi belum masuk juga ke otaknya. Karena capek, ia selonjoran di kasur bunga mawarnya itu. Tapi ia malah teringat oleh mantannya. Ditariknya foto tu dari dompetnya. Huh, seandainya! Adu, dia melulu. Malas ah!
Ia sekejap langsung menyembunyikan benda kenangannya dengan Audra itu di dompetnya. Bodohnya aku! Cewek berambut panjang hitam itu mengeluh, namun penyesalan yang menginjak-nginjak batinnya nggak pergi-pergi juga. Iih, Tari menggumam. Kenapa aku dulu menyia-nyiakannya,ya? Ga dewasa, kurang bersyukur? Atau, dia yang terlalu seperti anak kecil?
Kenangan itu masih tertempel di otak Tari, saat sosok yang dikenangnya itu memberikan surat kepadanya. Surat yang isinya mengajak Tari putus dengannya. Memang sosok Audra yang seperti anak kecil, pemalu, pintar, berkulit cokelat, wajahnya yang bersih, dan bertubuh tinggi itu bukan termasuk tipe Tari. Tapi ia sulit untuk memutuskan putus atau tidak pada saat itu. Selama ini semenjak putus dengan Audra, ia sering berkhayal, berkhayal seandainya ia bisa lebih berpikir dewasa lagi. Namun yang sudah terjadi tidak bisa kembali lagi.
Daripada ia teringat dengan kekerasan bapaknya, ia mending terlintas kenangannya dengan Audra. Plak!! Batin Tari tergoncang, tamparan bapaknya ke bundanya itu sampai menggerakkan gendang telinganya. Bapak, Bapak! Cukup! Tari berlari menangis. Tak heran kalau Tari terkadang berdiam diri di kelasnya. Wajah gelisahnya membuat dirinya penuh dengan misteri. Tapi sesungguhnya ia termasuk perempuan sabar dan kuat karena ia dapat bertahan dengan kondisin keluarga seperti itu.
Tet tet tet! Bunyi bel sekolah Tari berdenting, yang menandakan jam istirahat telah usai. Namun Tari masih tetap duduk terenung di bangkunya sampai Yanti sobatnya itu membangunkannya dari lamunannya.

“Tar!”
“Ei, kowe kok ngelamun aja toh?”
“Iya nih, lagi pusing aku.”
“Ooo, makanya kowe kok nggak sholat dhuha, biasanya kowekan rajin gitu.”
“He, itu itu Audra!” Yanti menyoel-nyoel Tari. Paan sih! Kalau kamu suka dia jangan kayak gini dong! Alah yang suka aku apa kowe, Ihiir!! Yanti menyindir sobatnya itu.
Tapi dengan kelucuan sahabatnya itu, akhirnya Tari dapat tersenyum yang sejak kemarin ia terus menangis dan bersedih karena bapaknya itu menampar bundanya yang tak sengaja mengingatkan bapaknya untuk tidak merokok dan pulang malam. Yan, aku tuh udah putus dengannya! Tari menyela sobatnya denan menahan ketawa sebab melihat wajah Yanti yang berekspresi kayak “Aming” komedian itu.
Tentu saja Tari nggak akan mengatakan ke Yanti kalau ia sedang sedih dan menangisi takdirnya. Batas bercerita tetap ada. Dan Tari tak ingin sobatnya itu bersedih lantaran kehidupannya yang menyedihkan.
Dan siang itu meskipun Tari mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia, tapi pikirannya masih melayang kemana-mana. Seandainya Audra masih menjadi kekasihku! pasti masalahku akan reda dengan adanya dirinya. Huh malangnya nasibku. Eiiiiihh!! Teriakannya membuat sekelas gaduh dan kaget. Ini berawal dari Bejo yang menepuk bahu Tari.
“Tar, hihihihi, ngelamun aja, kesambet lo entar!” Bejo pura-pura tak ngerti kesalahannya. Padahal gara-gara dia Tari dipanggil ke depan oleh Bu Tartik, guru paling killer di sekolah.
“Tari! Maju ke depan.”
“Oh, My God!”
“Bilang apa kamu tadi ?”
“Ndak Bu, ndak!”
Semua teman Tari tertawa sambil menahan ketawa karena tak ingin Bu Tartik mendengar ketawa mereka, namun tidak dengan Yanti dan Audra. Mereka terlihat sedang berpikir sesuatu.
“Ono opo ya ma Tari ?”
“Iya ya, ada apa dengan Tari, apa gara-gara aku ?”
Teman sebangku Yanti dan yang tak lain adalah Audra mencetuskan kata-kata seperti itu. Dan membuat Yanti terkejut dan berpikir apa sebenarnya mereka berdua masih saling suka.
Tapi…………
Di lain posisi, Bu Tartik memarahi Tari abis-abisan.
“Tariiiii, kamu itu! Kalau kamu tidak ingin mengikuti pelajaran saya. Kamu jangan menganggu pelajaran Ibu!” muka Tari yang memerah membuat dirinya tampak habis makan 100 cabe merah keriting yang biasa dilihatnya di dapur ketika ia memasak dengan bundanya.
Tet tet tet tet tet tet…………
Untung penderitaan Tari berhenti juga, bel sekolah yang memengakkan telinga itu menyelamatkan hidupnya hari ini. Tak hanya Tari, teman-temannya juga terselamatkan. Karena mereka ingin sekali tak mengikuti pelajaran ini. Tapi begitu melihat Bu Tartik, akhirnya mereka mengikutinya.
“Duduk kamu! Ketua kelas pimpin doa!”
“Iya Bu.” Tari dan ketua kelasnya menyahut bersama. Setelah Bu Tartik keluar dari kelas, Yanti dengan tas merah stroberinya itu langsung menyambar Tari. Tar kowe kenapa?
“Iya, kamu kenapa ?”
Oh My God, Audra! Tari yang semula cemberut langsung bersinar-sinar ketika Audra menghampiri dan perhatian kepadanya.
“Aku nggak apa-apa kok Dra! Aku cuma cuma……..”
“Cuma ngelamunin kamu Dra.” Bejo menyela perkataan Tari namun Yanti membela sobatnya.
“Bejo! kowe ojo ngono.”
“Nggak nggak, aku lagi pusing aja, kamu nggak pulang Dra ?” Tari mengalihkan suasana dan itu berhasil.
“Ya uda, aku pulang dulu ya.” Audra melirik Tari dengan senyumnya yang bisa membuat Tari mabuk kepayang. Bejo pun mengikutinya dari belakang.
“Tar, kowe bener-bener pusing ta ?”
“Ehmm, nggak sih, aku tadi lagi mikirin Audra tapi gara-gara Bejo tukang usil itu, aku jadi dicereweti Bu Tartik deh.”
“Ooo, emang kowe tuh!”
“Eeemang!!!” Tari menggoda sobatnya itu dan merangkulnya agar Yanti segera pulang dengannya. Lalu mereka harus masih menunggu kendaraan warna biru berlabelkan “AMG”(Arjosari-Gadang) itu.
Jam 7 malam …………
Bapak sedang menonton TV dan bapak memanggil Tari. Tak biasanya bapak mau bicara dengan Tari. Tari, sini!Bapak mau ngomong. Besok akan ada keluarga teman Bapak yang mau melamarmu, jadi besok kamu harus langsung pulang setelah jam sekolah selesai.
“Tapi Pak, saya masih sekolah, masak mau dilamar.”
“Kamu bisa tunangan dulu dan setelah lulus dari kuliah, kamu baru menikah dengannya!”
Bapak tidak mau mendengar alasan apapun dari Tari. Jika Bapak sudah bicara A, maka Tari harus mengikutinya. Tari tak tahu harus bagaimana, tak harus berbuat apa. Tari bingung! Tari harus bagaimana ya Allah ? Bunda mengetuk pintu kamar Tari dan setelah bunda masuk, mereka terlibat dalam pembicaraan.
“Sabar ya anakku, Bunda selalu disini menemanimu.” Mereka menangis berdua. Keesokan harinya Tari tak masuk sekolah karena untuk masuk, ia terlalu capek. Capek menangis semalaman. Ini merupakan takdir atau hanya kebetulan saja, Audra juga tak masuk. Entah apa alasannya. Di sebuah rumah di jalan araya itu, ada perbincangan antar keluarga.
“Papa, Audra tak mau dijodohkan!”
“Nak, dia baik buat kamu! Terserah alasan kamu apa, yang penting sekarang kamu siap-siap untuk sore nanti!”
“Pa!!!”
Jam di kamar Tari sudah menunjukkan pukul 15.00 dan sebentar lagi ia akan dilamar. Bun! Aku nggak mau pake kebaya ini, ia melempar kebaya berwarna putih jika dipakenya akan pas di badannya yang ramping itu. Bunda, aku mau dengan perjodohan ini hanya karena agar Bunda tak disakiti Bapak! Tari memperjelas alasannya kepada Bundanya. Mendadak sebuah sedan hijau masuk pelan ke halaman rumah Tari dan berhenti tepat di depan teras. Bapak menyambut keluarga itu. Namun ada yang aneh, anak laki-laki dari keluarga itu terlihat murung dan malas sama seperti Tari. Selamat datang! Silahkan masuk. Bapak mempersilahkan mereka masuk.
Dibantu dengan bunda, ia segera memakai sepatu highheels warna putih mengkilat itu dengan buru-buru. Meskipun terpaksa, Tari akhirnya keluar dan menemui keluarga pelamarnya.
Ketika Tari bertatap muka dengan anak laki-laki berjas hitam dengan kerah terbuka yang terlihat tampan saat itu, ia serasa mau pingsan di tempat. Apa kamu?kamu?? Tari terheran dengannya.
“Ya benar, aku Audra!” Dia memang Audra, mantanku. Oh, takdir macam apakah ini? Secara reflek, Tari langsung memeluk Audra dan ……………
“Tar,Aku sayang kamu!”
“Aku juga Dra, aku sayang kamu!”